ejumlah daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kota Bogor resmi mengeluarkan larangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sebaliknya, larangan berkalu anarki terhadap warga Ahmadiyah juga diberlakukan bagi masyarakat.
Sebaliknya, Gubernur DIY, Sultan Hamengkubuwono justru menjamin tidak akan mengeluarkan larangan kegiatan Ahmadiyah. Kata Sultan, Yogyakarta damai dan tidak perlu provokasi.
Bagaimana tanggapan jemaah Ahmadiyah? Mubaligh Ahmadiyah Wilayah Sulawesi Selatan Barat, Ustadz Jamaluddin Feeli mengatakan, larangan atau dukungan tersebut adalah bagian dari romantika hidup. "Ada yang menerima kami, ada yang tidak. Ada yang sudah paham, ada yang belum. Namun yang terpenting adalah dialog, agar ada titik temu," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat 4 Maret 2011.
Jamal meminta pemerintah, termasuk yang di daerah bijak dalam mengambil keputusan. "Perlu dialog, bukan soal keyakinannya, tapi duduk bersama, agar tak ada istilah 'terlarang' dan 'terbubar',"kata dia.
Ditambahkan dia, aliran Ahmadiyah yang ia yakini tak berbeda jauh dari Islam pada umumnya. "Bedanya satu poin, bahwa kami meyakini Nabi Isa sudah turun (melalui sosok Mirza Ghulam Ahmad). Rukun Islam dan rukun Iman kami sama," kata Jamal.
"Kami tidak memaksa orang untuk percaya apa yang kami yakini. Sebaliknya, jangan memaksa kami berpaling dari apa yang kami percaya."
Dihubungi terpisah, Mubalig Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT, Nasiruddin Ahmadi berpendapat, pelarangan aktivitas Ahmadiyah di beberapa daerah melanggar konstitusi. "Tidak sesuai dengan prinsip kebhinekaan Indonesia," ucap dia.
Larangan Ahmadiyah di Jawa Timur tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/94/KPT/013/2011. Ada 4 butir larangan yakni: larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik; larangan memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum; larangan memasang papan nama di masjid, mushola, lembaga pendidikan dengan identitas JAI; larangan menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan segala bentuknya.
Larangan yang sama dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan pada Kamis 3 Maret 2011. Di hari yang sama, pemerintah Bogor mengeluarkan aturan serupa.
Source: VIVAnews
Sebaliknya, Gubernur DIY, Sultan Hamengkubuwono justru menjamin tidak akan mengeluarkan larangan kegiatan Ahmadiyah. Kata Sultan, Yogyakarta damai dan tidak perlu provokasi.
Bagaimana tanggapan jemaah Ahmadiyah? Mubaligh Ahmadiyah Wilayah Sulawesi Selatan Barat, Ustadz Jamaluddin Feeli mengatakan, larangan atau dukungan tersebut adalah bagian dari romantika hidup. "Ada yang menerima kami, ada yang tidak. Ada yang sudah paham, ada yang belum. Namun yang terpenting adalah dialog, agar ada titik temu," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Jumat 4 Maret 2011.
Jamal meminta pemerintah, termasuk yang di daerah bijak dalam mengambil keputusan. "Perlu dialog, bukan soal keyakinannya, tapi duduk bersama, agar tak ada istilah 'terlarang' dan 'terbubar',"kata dia.
Ditambahkan dia, aliran Ahmadiyah yang ia yakini tak berbeda jauh dari Islam pada umumnya. "Bedanya satu poin, bahwa kami meyakini Nabi Isa sudah turun (melalui sosok Mirza Ghulam Ahmad). Rukun Islam dan rukun Iman kami sama," kata Jamal.
"Kami tidak memaksa orang untuk percaya apa yang kami yakini. Sebaliknya, jangan memaksa kami berpaling dari apa yang kami percaya."
Dihubungi terpisah, Mubalig Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT, Nasiruddin Ahmadi berpendapat, pelarangan aktivitas Ahmadiyah di beberapa daerah melanggar konstitusi. "Tidak sesuai dengan prinsip kebhinekaan Indonesia," ucap dia.
Larangan Ahmadiyah di Jawa Timur tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/94/KPT/013/2011. Ada 4 butir larangan yakni: larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik; larangan memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum; larangan memasang papan nama di masjid, mushola, lembaga pendidikan dengan identitas JAI; larangan menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan segala bentuknya.
Larangan yang sama dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan pada Kamis 3 Maret 2011. Di hari yang sama, pemerintah Bogor mengeluarkan aturan serupa.
Source: VIVAnews
No comments:
Post a Comment